Pendidikan Jarak Jauh Program Sarjana Keperawatan (S.Kep)

UNTUK PERAWAT INDONESIA LULUSAN DIPLOMA 3 KEPERAWATAN/AKADEMI KEPERAWATAN
YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI

Pendidikan keperawatan program Sarjana Keperawatan dimulai di Indonesia pertama kalinya dengan berdirinya Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di tahun 1985, yang waktu itu masih tergabung dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Seiring dengan perkembangan berbagai Fakultas di UI, di tahun 1995 maka secara resmi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) di UI terbentuk.

Saat ini menurut data terakhir Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Depdiknas RI telah ada 12 Universitas Negeri yang menyelenggarakan program pendidikan Sarjana keperawatan dan ners, baik yang telah menjadi fakultas dan atau masih program studi di Universitas negeri dan 14 program studi di Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) swasta di Indonesia yang menyelenggarakan program yang sama.

Sejalan dengan itu, di era tahun 2000 semakin banyak perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri dengan semakin banyaknya peluang penempatan (job order) untuk perawat Indonesia untuk semua jenjang pendidikan. Namun jumlah tersebut masih sebagian besar diisi oleh lulusan perawat setingkat D3 yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya sebagai kompetitor penyedia tenaga perawat seperti India dan Philipina yang hampir 40% tenaga keperawatannya bekerja di luar negaranya adalah lulusan S1 (BSN).

Upaya untuk meningkatkan jenjang pendidikan perawat Indonesia adalah mutlak menjadi hak setiap individu perawat tersebut, kapanpun dan dimanapun saat ini si individu tersebut berada. Tentu saja hal ini juga menjadi hak bagi perawat Indonesia yang saat ini berada dan sedang bekerja di luarnegeri yang hampir 5000 perawat Indonesia saat ini bekerja di luarnegeri di berbagai pelayanan kesehatan baik di RS maupun di klinik.

Di setiap negara tentu saja kesempatan untuk perawat Indonesia untuk melanjutkan pendidikan sangat beragam tergantung dari sistem pemerintahan dan kesempatan pendidikan di negara yang bersangkutan. Untuk beberapa negara di belahan benua Amerika, Amerika dan Australia khususnya kesempatan untuk itu lebih besar, meskipun dengan biaya yang mahal. Pendidikan untuk BSN baik program full time/part time atau distance learning model membutuhkan biaya rata-rata tuition fee persemester adalah U$ 5.000. Hal tersebut tidak dirasakan untuk sebagian besar perawat Indonesia yang bekerja di Timur Tengah, seperti di Kuwait, Arab Saudi, UEA, Qatar dan Bahrain yang hampir berjumlah 3000 orang. Hal ini lebih dikarenakan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan yang berbeda, sehingga kesempatan pendidikan tersebut terbatas. Namun saat ini sebagian dari mereka telah ada pula yang mengikuti pendidikan distance learning untuk BSN dengan beberapa Universitas di Australia.

Untuk itu sudah selayaknya pula pengelola pendidikan keperawatan di Indonesia khususnya untuk Sarjana Keperawatan dapat memikirkan dan mengembangkan program kuliah jarak jauh dengan tetap mengikuti sistem pendidikan di Indonesia. Terlebih lagi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK – UI) yang memang saat ini UI sendiri telah merencanakan Go Internasional.

Sudah selayaknya penyelenggara pendidikan keperawatan dapat meng�ksport” model pendidikannya minimal untuk warga negara Indonesia di luar negeri, tanpa harus ikut-ikutan trend dan latah mengimport twinning program yang notabene mengimport model pendidikan terkecuali untuk pengembangan keilmuan dan penempatan lulusan di luar negeri.

Konsep Dasar Pendidikan Jarak Jauh

Secara konseptual perbedaan sistem pendidikan konvensional (yang mengandalkan bentuk tatap muka) dan pendidikan jarak jauh terletak pada bentuk interaksi antara peserta didik/mahasiswa dengan dosen. Namun pendidikan jarak jauh itu sendiri dianggap mempunyai potensi dan prospek yang baik karena pada dasarnya karakteristik pendidikan jarak jauh itu sendiri, dalam hal tertentu, mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pendidikan konvensional. Dimana saat ini pendidikan jarak jauh lebih mengoptimalkan kemandirian mahasiswa, menggunakan sistem modul dan pembelajaran e-learning dan meminimalkan tatap muka sehingga lebih efisien dalam faktor biaya.

Menurut Giltrow (1989) istilah pendidikan jarak jauh (distance education) itu sendiri muncul dalam artikel sebuah majalah pada tahun 1903. Yang diawali di Inggris di tahun 1840 saat Isaac Pitman memulai korespondensi dengan seorang muridnya untuk pembelajaran teologi. Setengah abad kemudian, di awal 1960-an istilah tersebut muncul kembali dan tampaknya menjadi populer di tahun 1980-an. Dan saat ini distance education/distance learning dianggap sebagai nama generik dari pendidikan jarak jauh termasuk pendidikan melalui udara (radio) dan konferensi jarak jauh (tele conference) dan melalui internet (e-learning).

Di Indonesia sendiri sistem pendidikan jarak jauh dipelopori oleh Universitas Terbuka (UT) yang dimulai di tahun 1984 dengan dasar Keppres RI No 41 tahun 1984 dimana saat ini telah memiliki 60.000 mahasiswa yang hampir 80% nya adalah telah bekerja. Saat ini pemerintah telah membuka kesempatan pendidikan jarak jauh tidak lagi dimonopoli UT, namun juga diberikan kesempatan kepada PTN/PTS dengan dasar Kepmen Diknas No. 107/tahun 2001 tentang penyelenggaraan program pendidikan tinggi jarak jauh.

Perry dan Rumble, 1987 menegaskan bahwa dalam konteks pendidikan jarak jauh (distance education), pengertian “jarak jauh” (distance) adalah tidak terjadinya kontak dalam bentuk tatap muka langsung antara pendidik dan peserta didik ketika proses belajar mengajar terjadi. Dengan demikian, pendidikan jarak jauh adalah komunikasi dua arah yang dijembatani oleh media seperti surat, telepon, teleks, radio, komputer, internet akses, CD dan sebagainya. Dari segi teori, Sewart, Keagan, & Holmberg (1990) secara garis besar membedakan tiga teori utama tentang pendidikan jarak jauh yang masing-masing adalah teori otonomi dan belajar mandiri, industrialisasi pendidikan, dan komunikasi interaktif.

Teori yang pertama adalah otonomi dan belajar mandiri, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial demokrat dan filsafat pendidikan liberal yang menyatakan bahwa setiap individu berhak mendapat kesempatan yang sama dalam pendidikan dan setiap upaya instruksional hendaknya diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kebebasan dan kemandirian pada peserta didik dalam proses belajarnya. Peserta didik mempunyai kebebasan untuk mempertimbangkan dan memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Artinya, jika dalam pendidikan konvensional siswa lebih banyak berkomunikasi interpersonal atau berkonsultasi dengan manusia, maka dalam pendidikan jarak jauh ia lebih banyak melakukan komunikasi intrapersonal dengan masukan berupa informasi atau bahan ajar dalam bentuk cetak maupun non cetak.

Teori yang kedua adalah industrialisasi pendidikan yang dikemukakan oleh Peters (1980) yang mengatakan bahwa sistem pendidikan jarak jauh adalah semacam bentuk industrialisasi aktivitas belajar mengajar yang dalam penyelenggaraannya bercirikan pembagian kerja dan produksi (bahan ajar) secara massal. Pendidikan jarak jauh merupakan metode untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dengan cara menerapkan berbagai prinsip industrialisasi dan pemanfaatan teknologi yang tujuannya adalah untuk memproduksi bahan ajar yang berkualitas secara massal sehingga dapat digunakan secara bersamaan oleh sejumlah besar peserta didik yang tempat tinggalnya tersebar di seluruh pelosok negara.

Teori yang ketiga adalah teori interaksi dan komunikasi. Teori ini muncul karena banyak ahli pendidikan yang sepakat bahwa pengertian belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Kontak antara peserta didik dengan komponen institusi penyelengara pendidikan jarak jauh masih diperlukan, baik untuk kepentingan hal-hal yang bersifat administratif maupun akademis; bahkan kadang-kadang psikologis. Mengenai hal-hal yang bersifat akademis, karena menyangkut esensi pendidikan itu sendiri, lembaga pendidikan jarak jauh selalu menyediakan tutor. Dengan demikian, interaksi antara peserta didik dengan pengajar tetap terjadi walaupun frekuensi dan intensitas komunikasi tersebut terbatas. Cara berinteraksi itu sendiri bisa melalui tatap muka langsung atau menggunakan media komunikasi seperti surat, telepon, komputer, dan sebagainya.

Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh

Dewasa ini baik negara maju maupun berkembang banyak yang sudah menyelenggarakan sistem pendidikan jarak jauh untuk bidang keperawatan antara lain adalah Inggris, Jerman, Kanada, Amerika, Australia, India, Jepang, Korea, Israel, Kenya, RRC, Thailand dan Pakistan. Dengan dipraktekannya sistem pendidikan belajar jarak jauh untuk bidang keperawatan oleh berbagai negara, maka sebagai konsekuensinya adalah untuk Indonesia khususnya penyelenggara pendidikan keperawatan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan kearah yang sama, dengan meninggalkan konsep pendidikan keperawatan yang masih mengandalkan model tatap muka.

Mengenai model manajemen dan organisasi institusi pendidikan jarakjauh, Perry dan Rumble (1990) menyebutkan ada tiga jenis. Pertama adalah model otonom, yaitu lembaga yang khusus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh. Kedua adalah model terpadu, yaitu institusi yang menawarkan pendidikan konvensional dan pendidikan jarak jauh sekaligus. Ketiga adalah bentuk konsorsium, yaitu semacam kerjasama antar beberapa institusi penyelenggara pendidikan jarak jauh

Media pembelajaran yang digunakan, tampaknya tiap negara menyesuaikan dengan kondisi setempat masing-masing. Walaupun pada umumya bahan ajar cetak dan non cetak ini bervariasi dari berbagai negara ke negara. Bahan ajar cetak dapat berupa teks book dan modul, sedangkan non cetak dapat berupa video, kaset,CD software (rekaman tutorial) ,email, website, radio, dan jaringan televisi. Dengan demikian, komposisi paket matakuliah tersebut tersaji dalam bentuk video, bahan cetak (buku), dan program komputer adalah 4:5:1.

Di sisi lain, penggunaan komputer di lembaga pendidikan jarak jauh tergolong cukup intensif. Penggunaan komputer, secara tipikal dikategorikan ke dalam dua kelompok, yakni untuk keperluan administratif dan akademis. Penggunaan untuk keperluan administratif antara lain meliputi administrasi data mahasiwa; keuangan; produksi, penyimpanan, dan pengiriman bahan ajar; pengolahan hasil ujian; dan sebagainya. Sedangkan untuk keperluan akademis, komputer digunakan untuk mengembangkan Computer Assisted Learning (CAL), yakni program komputer yang memungkinkan siswa mempelajari topik tertentu dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan komputer.

Prospek dan harapan pendidikan jarak jauh Sarjana Keperawatan Indonesia untuk Perawat Indonesia di Luar negeri

Saat ini ada sekitar 250.000 jumlah perawat di Indonesia, dimana dari lulusan D3 keperawatan setiap tahunnya diluluskan 23.000 orang pertahun. Secara angka hal tersebut masih absurd jika dibandingkan jumlah lulusan Sarjana Keperawatan yang baru mencapai 6.000 orang.

Sebagai komparasinya di Kuwait saat ini ada 700 orang perawat Indonesia yang saat ini bekerja, dan hanya 7 orang diantaranya yang lulusan Sarjana Keperawatan (BSN). Padahal sejak tahun 1998 semua negara lainnya seperti India, Philipina dan Mesir menempatkan lulusan S1 Keperawatan/BSN untuk bekerja di Kuwait.

Tentu saja prospek untuk melakukan program tersebut sangat besar baik untuk perawat Indonesia yang bekerja diluar dan didalam negeri, hanya saja tinggal bagaimana kesiapan dan kebijakan pendidikan keperawatan khususnya untuk lebih bijak mensikapi tantangan tersebut.

Memang ada dualisme dimana disatu pihak penyelenggara pendidikan keperawatan dituntut untuk tetap menjaga kualitas lulusan, namun pada saat yang sama juga kuantitas Sarjana Keperawatan sudah selayaknya ditingkatkan dan diakselesari dalam jumlah.

Namun sekali lagi perawat Indonesia yang saat ini bekerja di luar negeri adalah gambaran perawat profesional, mereka skillfull, berbahasa inggris aktif, aktif online internet, memiliki wawasan global dan mewakili citra perawat Indonesia di luar negeri. Dan tentu saja ini dapat menjadi satu model untuk tenaga kerja Indonesia lainnya khususnya di sektor formal, dengan menyiapkan mereka siap dalam meningkatkan kesejahteran dan level pendidikannya di luar negeri saat dan pasca kontrak kerja.

Saat ini INNA-K (Indonesian National Nurses Association in Kuwait) sedang berupaya menjajaki program kuliah jarak jauh/Distance Learning BSN dengan FIK UI dan kami telah menyebarkan kuesioner untuk 300 orang perawat Indonesia disini lulusan D3, dan hampir 90% mendukung dan bersedia mengikuti perkuliahan jika program ini dapat terlaksana segera.
Sumber : Nur Martono, SKp (Staf Nurse Ward 7 Al Amiri Hospital Kuwait Ministry of Health Kuwait)

Published in: on Mei 8, 2009 at 12:35 pm  Tinggalkan sebuah Komentar  

Perkembangan Pendidikan Keperawatan di Indonesia

Perkembangan keperawatan sebagai pelayanan profesional didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan yang terarah dan terencana.

Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan. Hal ini bermula dari dicapainya kesepakatan bersama pada Lokakarya Nasional Keperawatan pada bulan Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai pelayanan profesional (profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi (professional education).

Tenaga keperawatan yang merupakan jumlah tenaga kesehatan terbesar seyogyanya dapat memberikan kontribusi essensial dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk itu tenaga keperawatan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya agar mampu berperan aktif dalam pembangunan kesehatan khususnya dalam pelayanan keperawatan profesional.

Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional/ kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mempu melaksanakan pelayanan / asuhan keperawatan profesional kepada masyarakan. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral.

Keyakinan inilah yang merupakan faktor penggerak perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia pada jenjang pendidikan tinggi, yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1962 yaitu dengan dibukanya Akademi Keperawatan yang pertama di Jakarta. Proses ini berkembang terus sejalan dengan hakikat profesionalisme keperawatan.

Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.

Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan / asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.

Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan professional yang mampu mengadakan pembaharuan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.

Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengembanggannya harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan, legislasi, kode etik profesi dan peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan.

Diperkirakan bahwa dimasa datang tuntutan kebutuhann pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan akan terus meningkat baik dalam aspek mutu maupun keterjangkauan serta cakupan pelayanan. Hal ini disebabkan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang diakibatkan meningkatnya kesadaran masyarakat secara umum, dan peningkatan daya emban ekonomi masyarakat serta meningkatnya komplesitas masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat semakin sadar akan hukum sehingga mendorong adanya tuntutan tersedianya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan dengan mutu yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian keperawatan perlu terus mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perubahan yang terjadi diberbagai bidang lainnya.

Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.

Dalam memnghadapi tuntutan kebutuhan dimasa datang maka langkah konkrit yang harus dilakukan antara lain adalah penataan standar praktek dan standar pelayanan/asuhan keperawatan sebagai landasan pengendalian mutu pelayanan keperawatan secara professional, penataan sistem pemberdayagunaan tenaga keperawatan sesuai dengan kepakarannya, pengelolaan sistem pendidikan keperawatan yang mampu menghasilkan keperawatan professional serta penataan sistem legilasi keperawatan untuk mengatur hak dan batas kewenangan, kewajiban, tanggung jawab tenaga keperawatan dalam melakukan praktek keperawatan.

Published in: on Mei 7, 2009 at 11:13 am  Tinggalkan sebuah Komentar